Tidak banyak dari keluarga single parent yang dapat melaksanakan tugas gandanya secara bersamaan. Bila single parent ini adalah seorang wanita maka ia akan mengalami perubahan yang drastis dalam bagaimana mengatur kebiasaanya yang hanya mengatur rumah tangga dan memberikan pendidikan terhadap anak dalam keluarga menjadi bagaimana ia juga memberikan kebutuhan nafkah bagi anaknya.
Demikian pula ketika single parent ini terjadi pada seorang lelaki tentu ia akan mengalmai kesulitan, sebab kebiasaannya mencari nafkah akan mempengaruhi perilakunya dalam mendidik anak dan mengatur rumah tangga yang sebenarnya hal tersebut merupakan tugas isteri.
Dalam keadaan seperti ini single parent baik yang terjadi pada seorang lelaki atau perempuan karena sebab perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidak mampuan salah satunya dalm menjalankan tugasnya, dan yang terjadi kaena pergaulan bebas, maka akan dihadapkan pada pilihan untuk tetap menjadi single parent atau membangun kehidupan keluarga yang baru demi kelangsungan masa depan anak-anaknya.
Jika pilihannya adalah membangun keluarga baru maka problem yang sering diderita orang tua tunggal seperti pemberian nafkah untuk anak, pendidikan anak, problem psikis, problem sosial akan sedikit teratasi. Namun demikian jika pilihannya adalah untuk tetap menjadi orang tua tunggal dengan berbagai konsekwensinya maka problem-problem tersebut akan terus dirasakannya.
Hanya saja perlu diingatkan disini bahwa kewajiban ayah menafkahi anak selain karena hubungan nasab juga karena kondisi anak yang belum mandiri dan sedang membutuhkan pembelanjaan, hidupnya tergantung kepada adanya pihak yang bertanggung jawab menjamin nafkah hidupnya. Orang yang paling dekat dengan anak adalah ayah dan ibunya, apabila ibu bertanggung jawab atas pengasuhan anak di rumah maka ayah bertanggung jawab mencarikan nafkah anaknya. Pihak ayah hanya berkewajiban menafkahi anak kandungnya selama anak kandungnya dalam keadaan membutuhkan nafkah, ia tidak wajib menafkahi anaknya yang mempunyai harta untuk membiayai diri sendiri. Seorang ayah yang mampu akan tetapi tidak memberi nafkah kepada anaknya padahal anaknya sedang membutuhkan, dapat dipaksa oleh hakim atau dipenjarakan sampai ia bersedia menunaikan kewajibannya. Seorang ayah yang menunggak nafkah anaknya tetapi ternyata anaknya tidak sedang membutuhkan nafkah dari ayahnya maka hak nafkahnya gugur, karena si anak dalam memenuhi kebutuhan selama ayahnya menunggak tidak sampai berhutang karena ia mampu membiayai diri sendiri, akan tetapi jika anak tidak mempunyai dana sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhannya ia harus berhutang maka si ayah dianggap berhutang nafkah yang belum dibayarkan kepada anaknya. (Satria Efendi)
Di sisi lain bahwa seorang Muslim sudah selayaknya taat kepada Allah SWT selaku pembuat hukum dan selaku Tuhan yang ia imani, dimana keimanan seorang Muslim menuntut untuk tidak hanya mengimani akan wujud Allah SWT tetapi juga bagaimana seorang Muslim menjalankan perintah dan larangan-Nya. Memelihara anak dari mulai nafkah, kesehatan, pendidikan, mental dan lain sebaginya merupakan kewajiban bagi para orang tua dari Allah SWT, sebagaimana di jelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 233.
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöã £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 y#ur& br& ¨LÉêã sptã$|ʧ9$# 4 n?tãur Ïqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 w ß#¯=s3è? ë§øÿtR wÎ) $ygyèóãr 4 w §!$Òè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ wur ×qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºs 3 ÷bÎ*sù #y#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur xsù yy$oYã_ $yJÍkön=tã 3 ÷bÎ)ur öN?ur& br& (#þqãèÅÊ÷tIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& xsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ×ÅÁt/ ÇËÌÌÈ
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöã £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 y#ur& br& ¨LÉêã sptã$|ʧ9$# 4 n?tãur Ïqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 w ß#¯=s3è? ë§øÿtR wÎ) $ygyèóãr 4 w §!$Òè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ wur ×qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºs 3 ÷bÎ*sù #y#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur xsù yy$oYã_ $yJÍkön=tã 3 ÷bÎ)ur öN?ur& br& (#þqãèÅÊ÷tIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& xsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3
þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ×ÅÁt/ ÇËÌÌÈ
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma’ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (al-Baqarah:233)
Bahwa diantara kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nafkah, seorang ayah berkewajiban untuk memberikan jaminan nafkah terhadap anaknya, baik pakaian, tempat tinggal maupun kebutuhan lainnya, meskipun hubungan perkawinan orang tua si anak putus. Suatu perceraian tidak berakibat hilangnya kewajiban orang tua untuk tetap memberi nafkah kepada anak-anaknya sampai dewasa atau dapat berdiri sendiri. (Fikry, 2005:11)
Demikian juga tanggung jawab orang tua tidak hanya terbatas pada segi fisik semata tetapi yang lebih penting adalah usaha peningkatan potensi positif agar menjadi manusia berkualitas. Orang tua bertanggung jawab agar anak tidak menyimpang dari nature dan potensi kebaikannya karena setiap anak dilahirkan dalam keadaan ftrah. Bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu, artinya para ibu sangat berperan dalam menentukan nasib anak sehingga surga bagi anak sepenuhnya berada dibawah kekuasaan mereka, karena kuatnya hubungan emosional seorang ibu dapat membentuk jiwa anak hampir sekehendak hati. (Nurcholis Madjid:1997:116)
Lebih ringkasnya bahwa orang tua berkewajiban memberikan kebutuhan asuh (makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain sebaginya); kebutuhan asah (pendidikan) kebutuhan asih (kebutuhan kasih sayang) dan lain sebagainya. Kebutuhan ini wajib diberikan oleh orang tua kepada anak selama orang tua berkemampuan memberikannya. Ini dilihat dari apa saja yang mestinya diberikan oleh orang tua dan di terima oleh anak, namun jika dilihat dari siapa yang wajib memberikan kebutuhan tersebut dapat dibedakan ke dalam tiga hal sebagai berikut ini:
Pertama, mengenai kebutuhan nafkah (asuh), secara pasti ini menjadi kewajiban bagi para bapak untuk memberikannya kepada anak. Kedua, kebutuhan asih dan asah ini sepenuhnya menjadi kewajiban bagi para ibu dimana perannya dalam rumah tangga adalah sebagai ummun warobbatul bait, sementara biaya untuk kebutuhan asih dan asah bagi anak adalah wajib diberikan oleh para Bapak kepada Istrinya agar ia dapat melaksanakan kewajibannya dengan sempurnya. Ketiga, jika terjadi perceraian, maka kebutuhan nafkah anak mulai dari pakaian, tempat tinggal, makanan, minuman dan lain sebagainya adalah menjadi tanggungan para Bapak hingga anak tersebut telah mencapai usia baligh, walaupun anak tersebut hidup bersama dengan ibunya.
Dari pengertian ini maka menjadi jelas bahwa jika yang dimaksud single parent adalah seorang perempuan yang tidak mempunyai suami karena perceraian, maka nafkah anak-anaknya sampai ia baligh adalah menjadi tanggung jawab bekas suaminya. Sementara untuk kebutuhan asah dan asih anak menjadi kewajiban bagi sang mantan isteri.
Jika terjadinya single parent karena kematian sang suami, maka nafkah anak yang belum baligh menjadi tanggung jawab saudaranya yang telah dewasa, ataupun di ambilkan dari harta si anak sebab mendapatkan waris dari ayahnya. Namun bila mana terjadinya single parent adalah karena suami tidak menunaikan kewajibannya sementara ia mampu bekerja, maka negara berhak untuk memaksa suami agar memberikan nafkah kepada keluarganya, kecuali jika suami tidak mampu bekerja dan tidak ada keluarga yang dapat membiayainya maka pembiayaan hidup tersebut ditanggung oleh negara. (Fikry:2005:13)
Pengertian di atas pun memahamkan pada kita bahwa peran tunggal sebagai orang tua ini tidak akan pernah ditemukan dalam dunia Islam. Apalagi orang tua tunggal yang dikarenakan pergaulan bebas, tentu hal ini tidak akan pernah ditemukan dalam peradaban Islam, sebab dalam Islam sudah dikatakan dengan jelas bahwa pergaulan bebas merupakan sesuatu yang haram dan yang melanggarnya dikenakan sanksi rajam atau hudud, jadi bagaimana mungkin ini akan terjadi?
Kalau terjadinya orang tua tunggal karena perceraian atau kematian, maka penulis telah menjelaskannya sebagaimana di atas, yaitu terdapat pembagian peran yang jelas antara pihak mantan suami dan pihak mantan isteri. Jadi yang ada bukan orang tua tunggal tetapi distribusi peran karena akibat perceraian.
Pembagian peran ini juga berlaku pada persoalan pendidikan keagamaan anak, jika anak belum mencapai dewasa dalam hal ini baligh maka pendidikannya termasuk pendidikan keagamaan anak sepenuhnya dipercayakan kepada ibunya atau mantan isteri, sedang biaya pendidikan tersebut di bebankan kepada ayahnya. (Fikry, 2005:19)
Oleh sebab itu sebenarnya di dalam Islam tidak terdapat istilah orang tua tunggal atau single parent apalagi dampak dari orang tua tunggal, sebab yang ada dalam Islam adalah distribusi peran secara khas jika terpaksa suami isteri dipisahkan karena suatu keadaan sementara mereka mempunyai anak yang masih memerlukan perawatan dan pemeliharaan.